-->

ANALISIS KUANTITATIF FENILBUTASON DENGAN SPEKTROFOTOMETRI INFRAMERAH DAN KALIBRASI MULTIVARIAT

Laporan Praktikum

Analisis Sediaan Farmasi

Analisis Kuantitatif Fenilbutason dengan Spektrofotometri Inframerah dan Kalibrasi Multivariat

 

universitas islam indonesia

 

Oleh :

         Nama                      : Dinda Yulia Wahyuni Bahri

         NIM                        : 18613114

         Kelompok               : C1

 

 

Program Studi Farmasi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Islam Indonesia

2020


    I.    Tujuan Percobaan
  1. Dapat menjelaskan prinsip dasar spektrofotometri IR/FTIR dalam analisis BKO (Bahan Kimia Obat) fenilbutason pada sampel obat tradisional.
  2. Dapat mempraktikkan tahapan analisis bahan kimia obat dalam obat tradisional yang beredar di pasaran dengan metode spektrofotometri IR/FTIR. 
  3. Dapat menjelaskan cara interpretasi spektra yang dihasilkan oleh spektrofotometer IR/FTIR.
   
    II. Alat dan Bahan
      
        Alat
  1. Laptop atau PC yang telah terinstal program minitab 18 (freetrial)
  2. Mortir dan stemper
  3. Neraca analtik
  4. Seperangkat alat FTIR
  5. Spatula
        Bahan
  1. Standar fenilbutason
  2. Sampel jamu produk A (uji KLT menunjukkan hasil positif fenilbutason)
  3. Sampel jamu produk B (uji KLT menunjukkan hasil positif fenilbutason)
  4. Sampel jamu produk X (uji KLT menunjukkan hasil positif fenilbutason)
  5. Serbuk kalium bromida

    III.    Cara Kerja

    a.      Pembuatan Sampel Untuk Validasi Metode FTIR dengan Pendekatan Kemometrika

1)      Dibuat campuran serbuk standar fenilbutason dalam KBr dengan hingga diperoleh konsentrasi 10% (b/b) (10 mg fenilbtason dicampur dengan 90 mg serbuk KBr). Campuran dihomogenkan menggunakan mortir dan stemper 

2)      Ditambahkan sejumlah serbuk standar fenilbutason ke dalam serbuk sampel jamu produk X sehingga diperoleh 5 konsentrasi, yaitu 1, 10, 20, 40, dan 80% (b/b). Dibuat campuran sampel dan standar fenilbutason memiliki bobot akhir 100 mg sampel. 

3)      Dilakukan pembacaan sampel jamu yang telah dicampur standar deksametason dengan alat FTIR. Dilakukan pembacaan di tiga titik sampling serbuk jamu untuk masing-masing konsentrasi. 

4)      Dilakukan analisis data dengan program minitab 18 (free trials) untuk memperoleh data parameter validasi metode dengan pendekatan kemometrika.

5)      Dilakukan pula pembacaan serbuk standar fenibutason dan sampel jamu (tanpa penambahan standar fenibutason) untuk dibandingkan profil spektranya.

 

 

          b.      Pembuatan Sampel Untuk Validasi Metode FTIR dengan Pendekatan Kemometrika

1)      Dibuka program SPECTRUM pada layar komputer untuk menjalankan analisis dengan FTIR.

2)      Dilakukan pembacaan spektra jamu tanpa standar, standar fenilbutason dan campuran jamu-fenilbutason dengan 32 kali scanning dan resolusi 9 cm-1 dalam metode absorbsi.

3)      Setiap kali pembacaan baru, lempeng ATR dibilas menggunakan aseton.

4)      Penetapan kadar smpel jamu produk A dan B

5)      Dilakukan penghomogenan sampel 

6)      Dilakukan pembacaan di tiga titik sampling produk jamu. 

7)    Dihitung kadar sampel jamu menggunakan persamaan multivariate yang diperoleh dari validasi metode pada point a.


    IV.    Perhitungan 

        Sampel Jamu

    a.       Sampel Jamu X = Pro urat = 100 mg

    b.      Sampel Jamu A = Mahkota dewa = 100 mg

    c.       Sampel Jamu B = Wangton = 100 mg

 

    1.      Fenilbutason dalam KBr (10%)

    Bobot akhir = 100mg

    10 % = 10 mg fenilbutason

    100 mg (bobot total) – 10 mg (fenilbutason) = 90 mg KBr

 

    2.      Konsentrasi fenilbutason dalam jamu (1%)

    1 % = 1 mg fenilbutason

    100 mg (bobot total) – 1 mg (fenilbutason) = 99 mg Jamu X

    Karena sulit untuk menimbang 1 mg, maka diambil dari campuran fenilbutason dalam KBr         10% 

    

 

   

    X = 10 mg

 

    3.      Konsentrasi fenilbutason dalam jamu (10%)

    100 mg (bobot total) – 10 mg (fenilbutason) = 90 mg Jamu X

    4.      Konsentrasi fenilbutason dalam jamu (20%)

    100 mg (bobot total) – 20 mg (fenilbutason) = 80 mg Jamu X

    5.      Konsentrasi fenilbutason dalam jamu (40%)

    100 mg (bobot total) – 40 mg (fenilbutason) = 60 mg Jamu X

    6.      Konsentrasi fenilbutason dalam jamu (80%)

    100 mg (bobot total) – 80 mg (fenilbutason) = 20 mg Jamu X

 

    V.    Resume

    1.      Obat tradisional dilarang mengandung, antara lain :
    a. etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan        pengenceran;
    b. bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat;
    c. narkotika atau psikotropika; dan/atau
    d. bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau berdasarkan penelitian                    membahayakan kesehatan.

    2.      Prinsip kerja FTIR adalah mengenali gugus fungsi suatu senyawa dari absorbansi inframerah         yang dilakukan terhadap senyawa tersebut. Pola absorbansi yang diserap oleh tiap-tiap                 senyawa berbeda-beda, sehingga senyawa-senyawa dapat dibedakan dan dikuantifikasikan.         Cahaya dari sumber dilewatkan melalui cuplikan, dipecah menjadi frekuensi-frekuensi                 individunya dalam monokromator dan intensitas relatif dari frekuensi individu diukur oleh         detektor.

Spektrofotometer Inframerah

Gambar 1. Spektrofotometer Inframerah

 

    3.      Stepwise Multiple Linier Regression merupakan kombinasi dari seleksi maju dan eliminasi         mundur dengan merujuk metode dan rumus minitab standar stepwise regression menambah         dan menghapus variabel yang dikendalikan sebagaimana diperlukan untuk setiap langkah.

    4.      Proses pembacaan sampel diinstrumen FTIR  

            Spektrum yang dihasilkan dari pembacaan spektrofotometer FT-IR selanjutnya diinterpretasi     meliputi bilangan gelombang dan persen transmitansinya untuk menentukan gugus fungsi yang     terdapat pada sampel protein. Hasil dari pembacaan masing-masing variasi dibandingkan untuk     melihat optimasi hasil pengukuran dengan variasi perbandingan komposisi pellet sampel-KBr,     ketebalan pellet sampel dan waktu pengepresan terhadap spektrum vibrasi yang dihasilkan            menggunakan spektrofotometri FT-IR sehingga didapatkan spektrum yang terbaik pada                pengukuran vibrasi molekul menggunakan spektrofotometri FT-IR

        Dari praktikum kali ini diperoleh nilai RMSEVC sebesar 2,51162 X 10-05 dimana nilai ini         mempresentasikan parameter nilai presisi dan hasil ini menunjukkan nilai presisi yang baik         karena mendekati 0. Kemudian diperoleh nilai R2 sebesar 1, menunjukkan bahwa regresi             tersebut linier.


    VI.    Analisis Data

Aktual

Prediksi

0,01

0,0100302

0,1

0,099955

0,2

0,2000142

0,4

0,4000038

0,8

0,800001


RMSEVC = 2,51162 X 10-05

R2 = 1


Aktual

Prediksi

Jamu X

0,3557838

Jamu A

0,4023014

Jamu B

0,4409942

Persamaan regresi = 0,739315 - 137,012 2158 - 24,192 2145 + 125,512 2028

Persamaan Regresi Linier FTIR

Prediksi Persamaan Regresi Linier FTIR



    VI.    Kesimpulan

1.      Cahaya inframerah yang ditembakkan pada sampel akan membuat molekul-molekul pada sampel hanya mengalami vibrasi eksitasi yang akan dibaca oleh detektor, sebab energi inframerah tidak mampu untuk membuat elektron pada molekul-molekul sampel mengalami eksitasi.

2.      Pembuatan standar fenilbutason dalam jamu dengan 5 seri kadar dimulai dari 1% hingga 80% b/b. Persamaan regresi multivariate yang diperoleh dari minitab digunakan untuk mencari kadar fenilbutason dalam sampel jamu x, a, dan b. Serta diguakan untuk mencari nilai RMSEVC sebagai representasi dari nilai presisi.

Terdapat sumbu x dan y pada spektra yang diperoleh dari pembacaan instrumen FTIR. Nilai y menggambarkan nilai absorbansi, sedangkan nilai x menunjukkan bilangan gelombang dari 4000-400cm-1.

 


    DAFTAR PUSTAKA

 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no 007 tahun 2012.

 

 Sjahfirdi Luthfiralda., 2015., Apliikasi Fourier Transform infrared (FTIR) dan Pengamatan     Pembengakan Genital Pada Spesies Primata, Lutung Jawa Untuk Mendeteksi Masa Subur. Jurnal Kedokteran Hewan. 9(2).

          




        



    
    
    
    
    
    
    
    
LihatTutupKomentar